Dari Sawah, Engkau Jaga Senyum Rakyat

Dari Sawah, Engkau Jaga Senyum Rakyat.

Sawah adalah ujung tombak ketahanan pangan sekaligus kesejahteraan petani. Soeharto membangun petani sejahtera lahir bathin. Dimana kesejahteraan kaum tani dibangun diantaranya dengan pendidikan layak. Para anak tani ikut merasakan pendidikan budi pekerti, PMP, Tata Boga dan sebagainya. Soeharto sangat menghargai kaum tani dan amat sangat serius membangun Desa.

 

Pangan Terjaga

 

Sudah tak diragukan lagi, program ketahanan pangan era Soeharto ini begitu dikenal dan terkenang hingga kini. Kebijakannya masa itu diakui oleh Menteri Pertanian periode 2004-2009 Anton Apriyanto dengan banyak mengadpsi program-program semasa Orde Baru. Saat itu, tugas Kementerian pertanian hanya menyatukan kembali puing-puing yang berserakan yang sudah dibangun Soeharto.

 

Soeharto mengawali masa pemerintahannya pada 1966, Ia memprioritaskan sektor agraria dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengarah ke revolusi pangan. Hal ini ditempuh karena kemiskinan dan kelangkaan pangan menjadi pemicu sekaligus pemantik munculnya krisis politik di Indonesia.

 

Sepanjang 1970-an hingga 1980-an dilakukan investasi besar-besaran untuk infrastruktur pertanian. Sejumlah waduk, bendungan, dan irigasi dibangun. Pada Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), swasembada pangan merupakan fokus tersendiri dalam rencana pembangunan yang dibuat oleh Soeharto.

 

 

Di dalam Pelita I Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Di dalam rincian penjelasan dijelaskan bahwa tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan terutama beras.

 

Pada masa pemerintahannya, banyak dikembangkan institusi-institusi yang mendukung pertanian, mulai dari koperasi yang melayani kebutuhan pokok petani dalam usaha agribisnisnya, Bulog yang menampung hasil dari petani, institusi penelitian seperti BPTP yang berkembang untuk menghasilkan inovasi untuk pengembangan pertanian.

 

Salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW), hingga berbagai bentuk kerjasama antar lembaga yang terkait penyediaan sarana prasaran yang mendukung pertanian seperti irigasi dan pembangunan pabrik pupuk.

 

Penyediaan sarana penunjang, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Para petani dimodali dengan kemudahan memperoleh kredit bank. Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan. Diperkenalkan juga manajemen usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, terutama beras.

 

 

 

Memanggakannya, saat itu budidaya padi di Indonesia merupakan yang terbaik di Asia. Pemerintah memfasilitasi ketersediaan benih unggul, pupuk, pestisida melalui subsidi yang terkontrol dengan baik. Pabrik pupuk dibangun. Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh.

 

Teknologi pertanian juga diperkenalkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani. Selain program penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu program pertanian Orde Baru yang khas, karena menyuguhkan temu wicara langsung antara petani, nelayan, dan peternak dengan menteri atau Presiden Soeharto langsung.

 

Hampir tidak ada pembangunan waduk-waduk besar. Era Seharto juga membangun infrastruktur perbenihan, pengamatan, dan pengendalian hama. Banyak peninggalan Presiden Kedua Indonesia itu yang sangat bermanfaat bagi pembangunan pertanian selanjutnya.

 

Di era Soeharto, menempatkan upaya memenuhi kebutuhan pangan pokok tanpa harus impor, sebagai fokus pembangunan di masa pemerintahannya.”Waktu itu, ada tekad yang kuat dari pemerintah untuk berswasembada beras.

 

Selain tekad, kebijakan, program, dan organisisasi pelaksana dari pusat hingga ke daerah, Soeharto menyediakan sumber daya manusia, yang relatif lebih pintar dengan menghasilkan sarjana-sarjana pertanian yang akan diterjunkan melaksanakan dan mendukung program tersebut, baik di lapangan maupun di lembaga-lembaga penelitian dan kampu. Era Soeharto juga menyediakan sumber dana yang besar untuk menyukseskan program menuju swasembada pangan.

 

Di era ini pula, Soeharto dinilai suskes memobilisasi masyarakat, terutama petani untuk bersama-sama meningkatkan produksi pertanian.

 

Saat itu pula, kita bisa dikatakan beruntung mendapatkan benih unggul melalui program revolusi hijau saat itu. Soeharto menangkap revolusi hijau dengan tekad, dirumuskan dan dituangkan dalam kebijakan dan program, dicetak melalui institusi, kemudian disediakan SDM dan dana serta mobilisasi masyarakat petani.

 

Program kerja pertanian Pak Harto berbuah prestasi. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraria pengimpor beras terbesar pada 1966, mampu mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri melalui swasembada beras pada 1984. Pada 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton beras, sementara pada 1984, bisa mencapai 25,8 juta ton beras.

 

Kesuksesan ini mengantarkan Pak Harto diundang berpidato di depan Konferensi ke-23 FAO (Food and Agriculture Organization) alias Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), di Roma, Italia, 14 November 1985.

 

Mengutip dari pusat data Jenderal Besar HM Soeharto, Wakil Presiden M Jusuf Kalla (2004-2009) juga menilai Presiden Soeharto berjasa besar di bidang pembangunan ekonomi dan pertanian karena mampu menurunkan tingkat inflasi dari 650% menjadi 12% dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya.

 

Selain itu, Pak Harto juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Bahkan sampai saat ini, kata Kalla, belum ada presiden yang mampu menandinginya.

 

 

 

Presiden Soeharto pernah mengatakan bahwa “Food is my last defence line”. Kebijakan pangan pada masa ini sebenarnya sudah hampir mendekati kategori kemandirian pangan. Hanya saja, terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi secara keseluruhan. Dengan kata lain, kebijakan pangan era Soeharto belum mampu mencapai kedaulatan pangan.

 

Apabila dilihat dari definisi ketahanan pangan, kemandirian dan kedaulatan pangan, posisi kebijakan pangan pada masa Soeharto berada pada posisi ketahanan, sesuai dengan definisi ketahanan pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.

 

Hal tersebut dilihat dari adanya kebijakan swasembada beras yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

 

 

Sudah tak diragukan lagi, program ketahanan pangan era Soeharto ini begitu dikenal dan terkenang hingga kini. Kebijakannya masa itu diakui oleh Menteri Pertanian periode 2004-2009 Anton Apriyanto dengan banyak mengadpsi program-program semasa Orde Baru. Saat itu, tugas Kementerian pertanian hanya menyatukan kembali puing-puing yang berserakan yang sudah dibangun Soeharto.

 

Soeharto mengawali masa pemerintahannya pada 1966, Ia memprioritaskan sektor agraria dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengarah ke revolusi pangan. Hal ini ditempuh karena kemiskinan dan kelangkaan pangan menjadi pemicu sekaligus pemantik munculnya krisis politik di Indonesia.

 

Sepanjang 1970-an hingga 1980-an dilakukan investasi besar-besaran untuk infrastruktur pertanian. Sejumlah waduk, bendungan, dan irigasi dibangun. Pada Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), swasembada pangan merupakan fokus tersendiri dalam rencana pembangunan yang dibuat oleh Soeharto.

 

 

Di dalam Pelita I Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Di dalam rincian penjelasan dijelaskan bahwa tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan terutama beras.

 

Pada masa pemerintahannya, banyak dikembangkan institusi-institusi yang mendukung pertanian, mulai dari koperasi yang melayani kebutuhan pokok petani dalam usaha agribisnisnya, Bulog yang menampung hasil dari petani, institusi penelitian seperti BPTP yang berkembang untuk menghasilkan inovasi untuk pengembangan pertanian.

 

Salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW), hingga berbagai bentuk kerjasama antar lembaga yang terkait penyediaan sarana prasaran yang mendukung pertanian seperti irigasi dan pembangunan pabrik pupuk.

 

Penyediaan sarana penunjang, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Para petani dimodali dengan kemudahan memperoleh kredit bank. Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan. Diperkenalkan juga manajemen usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, terutama beras.

 

 

 

Memanggakannya, saat itu budidaya padi di Indonesia merupakan yang terbaik di Asia. Pemerintah memfasilitasi ketersediaan benih unggul, pupuk, pestisida melalui subsidi yang terkontrol dengan baik. Pabrik pupuk dibangun. Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh.

 

Teknologi pertanian juga diperkenalkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani. Selain program penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu program pertanian Orde Baru yang khas, karena menyuguhkan temu wicara langsung antara petani, nelayan, dan peternak dengan menteri atau Presiden Soeharto langsung.

 

Hampir tidak ada pembangunan waduk-waduk besar. Era Seharto juga membangun infrastruktur perbenihan, pengamatan, dan pengendalian hama. Banyak peninggalan Presiden Kedua Indonesia itu yang sangat bermanfaat bagi pembangunan pertanian selanjutnya.

 

Di era Soeharto, menempatkan upaya memenuhi kebutuhan pangan pokok tanpa harus impor, sebagai fokus pembangunan di masa pemerintahannya.”Waktu itu, ada tekad yang kuat dari pemerintah untuk berswasembada beras.

 

 

Selain tekad, kebijakan, program, dan organisisasi pelaksana dari pusat hingga ke daerah, Soeharto menyediakan sumber daya manusia, yang relatif lebih pintar dengan menghasilkan sarjana-sarjana pertanian yang akan diterjunkan melaksanakan dan mendukung program tersebut, baik di lapangan maupun di lembaga-lembaga penelitian dan kampu. Era Soeharto juga menyediakan sumber dana yang besar untuk menyukseskan program menuju swasembada pangan.

 

Di era ini pula, Soeharto dinilai suskes memobilisasi masyarakat, terutama petani untuk bersama-sama meningkatkan produksi pertanian.

 

Saat itu pula, kita bisa dikatakan beruntung mendapatkan benih unggul melalui program revolusi hijau saat itu. Soeharto menangkap revolusi hijau dengan tekad, dirumuskan dan dituangkan dalam kebijakan dan program, dicetak melalui institusi, kemudian disediakan SDM dan dana serta mobilisasi masyarakat petani.

 

Program kerja pertanian Pak Harto berbuah prestasi. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraria pengimpor beras terbesar pada 1966, mampu mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri melalui swasembada beras pada 1984. Pada 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton beras, sementara pada 1984, bisa mencapai 25,8 juta ton beras.

 

 

Kesuksesan ini mengantarkan Pak Harto diundang berpidato di depan Konferensi ke-23 FAO (Food and Agriculture Organization) alias Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), di Roma, Italia, 14 November 1985.

 

Mengutip dari pusat data Jenderal Besar HM Soeharto, Wakil Presiden M Jusuf Kalla (2004-2009) juga menilai Presiden Soeharto berjasa besar di bidang pembangunan ekonomi dan pertanian karena mampu menurunkan tingkat inflasi dari 650% menjadi 12% dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya.

 

Selain itu, Pak Harto juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Bahkan sampai saat ini, kata Kalla, belum ada presiden yang mampu menandinginya.

 

 

 

Presiden Soeharto pernah mengatakan bahwa “Food is my last defence line”. Kebijakan pangan pada masa ini sebenarnya sudah hampir mendekati kategori kemandirian pangan. Hanya saja, terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi secara keseluruhan. Dengan kata lain, kebijakan pangan era Soeharto belum mampu mencapai kedaulatan pangan.

 

Apabila dilihat dari definisi ketahanan pangan, kemandirian dan kedaulatan pangan, posisi kebijakan pangan pada masa Soeharto berada pada posisi ketahanan, sesuai dengan definisi ketahanan pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.

 

Hal tersebut dilihat dari adanya kebijakan swasembada beras yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Check Also

Dua S Terkait Seringnya Konsolidasi Komandan Dasco Di Banten

Oleh : Abdullah Amas (Direktur Eksekutif ATUM Institute)   Menghadiri Koordinasi Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *