Dosen UINSA Bicara Paradoks Masyarakat Disaat Pemilu

Surabaya-Dosen Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Tias Satrio Adhitama menyoroti fenomena ‘serangan fajar’ pada perhelatan pesta demokrasi di Indonesia.

Menurutnya, praktik serangan fajar menjelang Pemilu 2024 beberapa waktu lalu juga masih marak terjadi. Baginya, hal ini menjadi sebuah paradoks demokrasi.

“Media amplop sebagai nilai tukar suara masih menarik untuk diperbincangkan, mengingat perihal tersebut sudah dianggap tradisi,” ujar Tias kepada beritajatim.com, Senin (26/2/2024).

Persoalannya, lanjut dia, apakah tradisi tersebut memang menjadi prasyarat bangunan demokrasi ? Dan apakah jual beli suara adalah tradisi bagi tegaknya nilai-nilai demokrasi yang dimaksud ?

“Jika diruntut masih menyisakan pertanyaan yang sangat banyak terkait konteks saat ini. Terminologi serangan fajar sebagai tradisi pada level akar rumput, sudah terlanjur dimaknai sebagai kelumrahan dalam logika pemilihan,” kata dia.

Tias melihat, sejauh ini masyarakat telah hidup dalam alam reformasi, bersepakat melawan segala bentuk praktik korupsi, suap dan sebagainya. Hanya saja, masyarakat secara pragmatis masih menerima suap serangan fajar.

“Apapun ikhwal alasannya, hal demikian merupakan sebuah paradoks dari situasi demokratis yang kita bangun hari ini,” sebutnya.

Ia juga menilai bahwa alam reformasi belum sepenuhnya mendorong kesadaran massa untuk bergerak lebih maju. Faktanya, masih berjalan di tempat, bahkan mundur. Menurutnya, inilah suguhan hajatan demokrasi saat ini.

“Demokrasi yang masih mencari bentuk sempurnanya. Sebuah PR bersama dan akan terus menjadi tugas sejarah dalam usaha merawat reformasi dan mengawal demokrasi,” tutur Tias.

 

Ia pun berharap, pada hajatan politik mendatang, aparatur hukum beserta panitia pemilu mampu menghalau praktik-praktik kotor dalam pemilu. Sedangkan partai politik (parpol) bertugas untuk memberikan edukasi bagi konstituen.

“Parpol menjadi mesin edukasi mencerdaskan untuk pendidikan politik konstituen, dan praktik serangan fajar sudah tidak lagi mengiringi atmosfer berdemokrasi kita,” kata Tias.

Sekadar diketahui, Pada tahun politik 2024 ini, KPK telah mengusung kampanye antikorupsi bertema ‘Hajar Serangan Fajar’. Tema ini diangkat untuk meningkatkan kesadaran publik terkait pencegahan politik uang dan korupsi menjelang pencoblosan.

Pun dengan Bawaslu yang jauh-jauh hari telah mencanangkan aturan stop politik uang, kampanye hitam, dan berita hoax. Ketiganya menjadi ijtihad politik sebagai standart bagi terealisasinya pemilu jurdil

Check Also

Gerindra Di Dadaku, POLRI Di Hatiku, Kepemimpinan Prof. Dasco Dan Kapolri Listyo Sigit

Oleh : Abdullah Amas (Direktur Eksekutif ATUM Institute)   PARTAI Gerindra teruji menjadi Partai yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *